NEWS INFO

Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, semoga bermanfaat :D "Salam Kenal"

Selasa, 16 Juni 2015

PERANAN LEMBAGA KEUANGAN TERHADAP UKM



Penulis: Anik Wahyuningsih
Nim     : 110210301061
URL    : anikwahyuningsih.blogspot.com

ABSTRAK

Peranan lembaga keuangan menjadi suatu tolak ukur bagi Usaha Kecil Menengah. Karena lembaga keuangan memiliki peranan yaitu menyediakan jasa keuangan bagi nasabahnya. Sedangkan Usaha Kecil Menegah juga memiliki peranan yang sangat penting terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Karena Usaha Kecil Menengah di Indonesia khususnya dapat mengurangi pengangguran dan menambah kesempatan kerja kebutuhan serta inovasi dalam perekonomian secara keseluruhan. Untuk itu, Usaha Kecil Menengah ini membutuhkan bantuan dalam hal finansial. Oleh karena itu, peranan lembaga keuangan sangat diperlukan.

Kata Kunci :Lembaga Keuangan, UKM, Pembiayaan

PENDAHULUAN

Perusahaan merupakan kombinasi dan berbagai sumber daya ekonorni (resources) seperti alam, tenaga kerja, modal, dan  manajemen (managerial skill) dalam memproduksi barang dan jasa untuk mencapai tujuan tertentu. Berbagai tujuan perusahaan antara lain: untuk memperoleh keuntungan maksimal, menjamin kelangsungan hidup perusahaan, memenuhi kebutuhan masyarakat, menciptakan kesempatan kerja, dan beberapa ahli manajemen keuangan mengemukakan tujuan perusahaan adalah untuk memaksimumkan nilai perusahaan atau memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Secara umum perusahaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: pertama perusahaan keuangan (financial enterprise) dan kedua perusahaan bukan keuangan (non financial enterprise).  Perusahaan bukan keuangan merupakan perusahaan manufaktur yang menghasilkan produk berupa barang rnisalnya: mobil, baja. komputer dan atau perusahaan yang menyediakan jasa-jasa non keuangan misalnya: transportasi dan pembuatan program komputer. Sedangkan perusahaan keuangan, umurnnya lebih dikenal dengan istilah lembaga keuangan (financial institution), yaitu perusahaan yang menyediakan jasa-jasa yang berkaitan dengan keuangan.

Lembaga keuangan di Indonesia terbagi atas dua bagian yaitu bagian pertama disebut Lembaga Keuangan Formal sedangkan bagian kedua disebut Lembaga Keuangan Informal. Lembaga keuangan dalam dunia keuangan bertindak selaku lembaga yang menyediakan jasa keuangan bagi nasabahnya, dimana pada umumnya lembaga ini diatur oleh regulasi keuangan dari pemerintah. Bentuk umum dari lembaga keuangan ini adalah termasuk perbankan, building society ( sejenis koperasi di Inggris) , Credit union, pialang saham, aset manajemen, modal ventura, koperasi, asuransi, dana pensiun,pegadaian dan bisnis serupa. Fungsi Lembaga keuangan ini menyediakan jasa sebagai perantara antara pemilik modal dan pasar uang yang bertanggung jawab dalam penyaluran dana dari investor kepada perusahaan yang membutuhkan dana tersebut. Kehadiran lembaga keuangan inilah yang memfasilitasi arus peredaran uang dalam perekonomian, dimana uang dari individu investor dikumpulkan dalam bentuk tabungan, sehingga resiko dari para investor ini beralih pada lembaga keuangan yang kemudian menyalurkan dana tersebut dalam bentuk pinjaman utang kepada yang membutuhkan . Ini adalah merupakan tujuan utama dari lembaga penyimpan dana untuk menghasilkan pendapatan. Nasabah dari lembaga keuangan tersebut bisa saja dari pihak-pihak perusahaan yang membutuhkan, dan perusahaan tersebut tidak pilih-pilih. Dari usaha kecil menengah hingga perusahaan yang besar. Dari latar belakang dan permasalahan diatas, artikel ini bertujuan untuk mengetahui peranan lembaga keuangan terhadap Usaha Kecil Menengah. (Hakim, 2013)

PEMBAHASAN
Permasalahan Usaha Kecil Menengah di Indonesia
UKM adalah singkatan dari usaha kecil dan menengah. UKM adalah salah satu bagian penting dari perekonomian suatu Negara maupun daerah, begitu juga dengan Negara Indonesia UKM ini sangat memiliki peranan penting dalam lajunya perekonomian masyarakat. UKM ini juga sangat membantu Negara / pemerintah dalam hal penciptaan lapangan kerja baru dan lewat UKM juga banyak tercipta unit-unit kerja baru yang menggunakan tenaga-tenaga baru yang dapat mendukung pendapatan rumah tangga. Usaha Kecil, dan Menengah (UKM) memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Karena dengan UKM ini, pengangguran akibat angkatan kerja yang tidak terserap dalam dunia kerja menjadi berkurang. Oleh karena itu, selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di negara kita sejak beberapa waktu yang lalu, dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktifitasnya, sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut. Mengingat pengalaman yang telah dihadapi oleh Indonesia selama krisis, kiranya tidak berlebihan apabila pengembangan sektor swasta difokuskan pada UKM, terlebih lagi unit usaha ini seringkali terabaikan hanya karena hasil produksinya dalam skala kecil dan belum mampu bersaing dengan unit usaha lainnya. Dari peranan UKM yang dapat dikatakan menguntungkan dan sangat berperan dalam pertumbuhan ekonomi. Namun hambatan yang dihadapinya juga cukup besar juga diantaranya kesulitan mengakses sumber-sumber pembiayaan dari lembaga-lembaga keuangan formal. Dimana lembaga keuangan formal ini merupakan lembaga yang tunduk kepada tidak hanya peraturan perundangan umum tapi juga pengaturan dan pengawasan perbankan khusus. Mereka (UKM) lebih memilih mengakses pembiayaan di LKM (Lembaga Keuangan Mikro) dari pada di lembaga keuangan formal. Karena dirasa lebih mudah mengakses pembiayaan di LKM. Namun ada keterbatasan dalam akses sumber-sumber pembiayaan yang dihadapi oleh UKM terutama dari lembaga-lembaga keuangan formal seperti perbankan, menyebabkan mereka bergantung pada sumber-sumber informal. Bentuk dari sumber-sumber ini beraneka ragam mulai dari pelepas uang (rentenir) hingga berkembang dalam bentuk unit-unit simpan pinjam, koperasi dan bentuk-bentuk yang lain.

Dalam perkembangannya, lembaga-lembaga keuangan informal ini lebih mengena di kalangan pelaku UKM karena sifatnya yang lebih fleksibel, misalnya dalam hal persyaratan dan jumlah pinjaman yang tidak seketat persyaratan perbankan maupun keluwesan pada pencairan kredit. Hal ini merupakan salah satu indikator bahwa keberadaan lembaga-lembaga keuangan informal sesuai dengan kebutuhan pelaku UKM, yang umumnya membutuhkan pembiayaan sesuai skala dan sifat usaha kecil. Keberadaan lembaga-lembaga keuangan informal ini kemudian disebut sebagai Lembaga Keuangan Mikro (LKM).

Namun sangat disayangkan, bahwa keberadaan LKM belum mendapat tempat yang jelas dalam perekonomian nasional sebagaimana lembaga keuangan lainnya seperti perbankan (termasuk didalamnya BRI unit dan BPR), asuransi, perusahaan pembiayaan. Keberadaan perbankan telah diatur secara jelas dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dengan Bank Indonesia sebagai motor penggeraknya, bahkan terdapat penjaminan oleh pemerintah berupa Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang semakin mengukuhkan keberadaan perbankan. Kondisi ini akan jauh berbeda bila dibandingkan dengan keberadaan LKM yang telah jelas

Keadaan UKM di Indonesia menjadi perhatian pemerintah karena perusahaan kecil tersebut menyebar dimana-mana, dan dapat memberi kesempatan kerja yang potensial. Para ahli ekonomi sudah lama menyadari bahwa sektor industri kecil sebagai salah satu karakteristik keberhasilan dan pertumbuhan ekonomi. Industri kecil menyumbang pembangunan dengan berbagai jalan, menciptakan kesempatan kerja, untuk perluasan angakatan kerja agi urbanisasi, dan menyediakan fleksibilitas kebutuhan serta inovasi dalam perekonomian secara keseluruhan. Sektor ekonomi UKM yang memiliki proporsi unit usaha terbesar berdasarkan statistik UKM tahun 2004-2005 adalah sektor : (1) Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; (2) Perdagangan, Hotel dan Restoran; (3) Industri Pengolahan; (4) Pengangkutan dan Komunikasi; (5) Jasa. Sedangkan sektor ekonomi yang memiliki proporsi unit usaha terkecil secara berturut-turut adalah sektor : (1) Pertambangan dan Penggalian; (2) Bangunan; (3) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; (4) Listrik, Gas dan Air Bersih. Secara kuantitas, UKM memang unggul, hal ini didasarkan pada fakta bahwa sebagian besar usaha di Indonesia (lebih dari 99 %) berbentuk usaha skala kecil dan menengah (UKM). Namun secara jumlah omset dan aset, apabila keseluruhan omset dan aset UKM di Indonesia digabungkan, belum tentu jumlahnya dapat menyaingi satu perusahaan berskala nasional. Data-data tersebut menunjukkan bahwa UKM berada di sebagian besar sektor usaha yang ada di Indonesia. Apabila mau dicermati lebih jauh, pengembangan sektor swasta khususnya UKM, perlu untuk dilakukan. Mengingat sektor ini memiliki potensi untuk menjaga kestabilan perekonomian, peningkatan tenaga kerja, meningkatkan PDB, mengembangkan dunia usaha, dan penambahan APBN dan APBD melalui perpajakan.

Solusi Permasalahan UKM di Indonesia
Lembaga keuangan dalam dunia keuangan bertindak selaku lembaga yang menyediakan jasa keuangan bagi nasabahnya, dimana pada umumnya lembaga ini diatur oleh regulasi keuangan dari pemerintah. Bentuk umum dari lembaga keuangan ini adalah termasuk perbankan, building society (sejenis koperasi di Inggris) , Credit Union, pialang saham, aset manajemen, modal ventura, koperasi, asuransi, dana pensiun, dan bisnis serupa lainnya. 
Pengembangan terhadap sektor swasta merupakan suatu hal yang tidak diragukan lagi perlu untuk dilakukan. UKM memiliki peran penting dalam pengembangan usaha di Indonesia. UKM juga merupakan cikal bakal dari tumbuhnya usaha besar. “Hampir semua usaha besar berawal dari UKM.Usaha kecil menengah (UKM) harus terus ditingkatkan (up grade) dan aktif agar dapat maju dan bersaing dengan perusahaan besar. Jika tidak, UKM di Indonesia yang merupakan jantung perekonomian Indonesia tidak akan bisa maju dan berkembang. Satu hal yang perlu diingat dalam pengembangan UKM adalah bahwa langkah ini tidak semata-mata merupakan langkah yang harus diambil oleh Pemerintah dan hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah. Pihak UKM sendiri sebagai pihak yang dikembangkan, dapat mengayunkan langkah bersama-sama dengan Pemerintah. Selain Pemerintah dan UKM, peran dari sektor Perbankan juga sangat penting terkait dengan segala hal mengenai pendanaan, terutama dari sisi pemberian pinjaman atau penetapan kebijakan perbankan. Lebih jauh lagi, terkait dengan ketersediaan dana atau modal, peran dari para investor baik itu dari dalam maupun luar negeri, tidak dapat pula kita kesampingkan. Pemerintah pada intinya memiliki kewajiban untuk turut memecahkan tiga hal masalah klasik yang kerap kali menerpa UKM, yakni akses pasar, modal, dan teknologi yang selama ini kerap menjadi pembicaraan di seminar atau konferensi.[9] Secara keseluruhan, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengembangan terhadap unit usaha UKM, antara lain kondisi kerja, promosi usaha baru, akses informasi, akses pembiayaan, akses pasar, peningkatan kualitas produk dan SDM, ketersediaan layanan pengembangan usaha, pengembangan cluster, jaringan bisnis, dan kompetisi. Perlu disadari, UKM berada dalam suatu lingkungan yang kompleks dan dinamis. Jadi, upaya mengembangkan UKM tidak banyak berarti bila tidak mempertimbangkan pembangunan (khususnya ekonomi) lebih luas.Konsep pembangunan yang dilaksanakan akan membentuk ‘aturan main’ bagi pelaku usaha (termasuk UKM) sehingga upaya pengembangan UKM tidak hanya bisa dilaksanakan secara parsial, melainkan harus terintegrasi dengan pembangunan ekonomi nasional dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Kebijakan ekonomi (terutama pengembangan dunia usaha) yang ditempuh selama ini belum menjadikan ikatan kuat bagi terciptanya keterkaitan antara usaha besar dan UKM. Membahas mengenai sumber pembiayaan, banyak para UKM yang lebih memilih mengakses pembiayaan di Lembaga Keuangan Mikro dari pada Lembaga Keuangan Formal. Padahal LKM belum mendapatkan tempat yang jelas dalam perekonomian nasional sebagaimana lembaga keuangan lainnya seperti perbankkan. Untuk itu, lembaga keuangan formal khususnya perbankkan memberikan solusi kepada para UKM dalam mengakses pembiayaan terhadap lembaga keuangan (perbankkan). Dimana Bank merupakan lembaga keuangan yang high risk, karena dana diperoleh dari masyarakat dan kemudian disalurkan kepada masyarakat atau pelaku usaha yang membutuhkan. Karena dana berasal dari masyarakat (dari simpanan masyarakat), Bank harus melakukan usahanya dengan memenuhi prinsip kehati-hatian, agar dana yang disalurkan dapat kembali, sehingga dapat membayar bunga simpanan kepada masyarakat penyimpan (giro, tabungan, deposito dll).
Dalam memberikan pembiayaan kepada sektor UKM, Bank tetap harus melakukan langkah-langkah “prudential banking” serta melakukan manajemen risiko sebagaimana yang telah digariskan dalam Standard Operasional dan Prosedur (SOP). Bank akan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1.    Prinsip Kehati-hatian. Dalam melakukan prinsip kehati-hatian, Bank harus memperhatikan:
a.    Prinsip utama dalam mengelola risiko kredit  adalah: Pemisahan pejabat kredit, Penerapan Risk Scoring System, Pemisahan pengelolaan kredit bermasalah.
b.    Prosedur Perkreditan yang sehat. Bank harus melakukan prosedur yang sehat, dengan melakukan: Penetapan Pasar Sasaran, Kriteria Risiko yang dapat diterima, Pengawasan ekspansi kredit.
c.    Jenis usaha yang dilarang atau dihindari untuk dibiayai
2.    Bank harus mempunyai Kebijakan Umum Perkreditan, yang berisi aturan, antara lain tentang : a. Kebijakan Umum Perkreditan, b. Prinsip Kehati-hatian, c. Organisasi dan Manajemen Kredit.d. Kebijakan Persetujuan Kredit. e. Dokumentasi dan Administrasi. f. Penyelesaian kredit bermasalah, g. Pengawasan. Dalam Kebijakan umum Perkreditan, diatur bahwa setiap proses dan keputusan kredit harus melalui langkah-langkah yang baku, sebagai berikut: a. Ada permohonan kredit dari debitur secara tertulis, b. Dilengkapi dokumen yang dipersyaratkan, c. Disertai proposal kredit, d. Dibuat rekomendasi dan keputusan kredit oleh pejabat yang berwenang, e. Pemberitahuan keputusan kredit (offering letter), f. Melaksanakan perjanjian kredit secara hukum, g. Proses pencairan kredit, h. Melaksanakan pengawasan dan evaluasi.
3.    Pre screening dan seleksi calon debitur UKM. Permohonan kredit dapat diproses apabila telah lolos pre screening, yaitu;
a.    Memenuhi Pasar Sasaran dan KRD.
b.    Tidak termasuk jenis usaha yang dilarang.
c.    Tidak termasuk dalam jenis usaha yang perlu  dihindari.
d.   Tidak termasuk dalam Daftar Hitam BI.
e.    Tidak termasuk dalam Daftar Kredit Macet BI.
f.     Tidak termasuk dalam Daftar Hitam Intern Bank.
1.    Bank juga melakukan penilaian rating atas kesehatan debitur, melalui Credit Risk Rating (CRR). Credit Risk Rating ini merupakan  alat penilaian standar: untuk penilaian risiko kredit secara individual, menetapkan langkah-langkah penanganan yang diperlukan sejak dini, menetapkan standar ukuran risiko yang dapat diterima Bank, memperkirakan kemungkinan tingkat  kegagalan pengembalian kredit.
2.    Apabila telah melalui proses penilaian rating dan nilainya memenuhi standar yang ditetapkan, maka akan disusun proposal analisis kredit, sebagai bahan pertimbangan apakah usaha yang dibiayai layak atau tidak untuk diberikan kredit. Proposal analisis kredit bukan laporan deskriptif, tetapi merupakan hasil analisis yang menyimpulkan tingkat risiko calon debitur (layak atau tidak), sekaligus rekomendasi serta mitigasi risiko (yang akan dituangkan dalam bentuk loan structure, covenant, insurance dan collateral). Prinsip penyusunan laporan analisis kredit, harus memenuhi unsur: Obyektif, komunikatif (siapapun yang membaca mempunyai persepsi yang sama), memuat informasi pokok yang dibutuhkan pemutus kredit, dan simpel.
3.    Bank tetap harus memantau jalannya usaha debitur, serta menerapkan early warning system (EWS). Early Warning System adalah mekanisme/sistim deteksi/pengenalan terhadap gejala/tanda-tanda awal yang diperkirakan dapat mempengaruhi/ menyebabkan kemungkinan terjadinya kegagalan debitur dalam memenuhi kewajibannya. Tujuan EWS adalah memberikan tanda/peringatan dini atas kondisi debitur yang diperkirakan akan berdampak negatif terhadap kelancaran pemenuhan kewajiban atas kredit yang telah diberikan. Sasaran EWS adalah:  1.) mengindentifikasi dan mendeteksi debitur-debitur yang diperkirakan akan berpotensi gagal dalam memenuhi kewajibannya. 2) mendukung proses monitoring portofolio pinjaman secara keseluruhan. 3) mengindetifikasi langkah-langkah perbaikan dan penetapan rencana tindak lanjut yang efektif.
4.    Bank juga harus melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kredit yang telah diberikan. Prinsip pembinaan dan pengawasan adalah: 1) Setiap tahapan proses pemberian kredit harus didasarkan atas azas-azas perkreditan yang sehat. 2) Setiap pemberian kredit harus mengandung unsur pengawasan ganda dan pengawasan melekat secara berkesinambungan. 3) Setiap pemberian kredit harus dipantau perkembangan usaha debitur ybs, agar kredit mencapai sasaran dan mencegah kemungkinan penurunan kualitas kredit. 4) Setiap perkembangan kredit tidak hanya diawasi oleh pejabat kredit saja, tetapi juga oleh unit kerja yang dibentuk melalui fungsi pengawasan, yaitu audit internal.
5.    Selain melakukan pembinaan dan pengawasan, Bank juga harus merapihkan dokumentasi kredit, agar sewaktu-waktu dapat dimonitor. Dokumentasi kredit ini menjadi bagian tak terpisahkan dari paket kredit, merupakan salah satu aspek penting yang dapat  menjamin pengembalian kredit, serta dokumentasi kredit wajib dilaksanakan dengan  baik, tertib dan lengkap.

Pada akhirnya, dengan kebijakan dan sistem yang baik, akan diperoleh tingkat kesehatan Bank. Di satu sisi, setiap pejabat/staf dari Bank yang berperan menganalisis suatu usaha debitur telah mempunyai perangkat yang dapat digunakan, sehingga manajemen risiko, serta early warning system dapat dijalankan dengan baik. Dan yang paling utama, jika semua prosedur standar telah dipenuhi, maka budaya kredit (credit culture) yang sehat akan berperan aktif dalam membuat Bank dapat berperan serta dalam menumbuhkan perekonomian untuk debitur UKM. Jadi dalam proses mengakses pembiayaan di lembaga keuangan khususnya perbankkan harus melakukan langkah-langkah seperti diatas, karena biasanya UKM meminjam / mengakses pembiayaan di lembaga keuangan dengan nominal yang tinggi tanpa melihat kemampuannya. Jadi langkah-langkah diatas dapat dikatakan sebagai solusi UKM dalam mengakses pembiayaan di lembaga keuangan. Karena lembaga keuangan lebih terpercaya dari pada LKM.  Namun, juga tidak bisa dihindari bahwa banyak UKM yang tetap lebih memilih mengakses pembiayaan di LKM. LKM ini masuk dalam kredit mikro, dimana kredit mikro ini adalah program pemberian kredit berjumlah kecil ke warga paling miskin untuk membiayai proyek yang dia kerjakan sendiri agar menghasilkan pendapatan, yang memungkinkan mereka peduli terhadap diri sendiri dan keluarganya (Microcredit Summit (1997)).  Lembaga keuangan yang terlibat dalam penyaluran kredit mikro umumnya disebut Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Menurut Asian Development Bank (ADB), lembaga keuangan mikro (microfinance) adalah lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan (deposits), kredit (loans), pembayaran berbagai transaksi jasa (payment services) serta money transfers yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil (insurance to poor and low-income households and their microenterprises). Sedangkan bentuk LKM dapat berupa: (1) lembaga formal misalnya bank desa dan koperasi, (2) lembaga semiformal misalnya organisasi non pemerintah, dan (3) sumber-sumber informal misalnya pelepas uang.

PENUTUP

Peranan lembaga keuangan bagi UKM adalah untuk membantu mengenai masalah pembiayaan. Dalam lembaga keuangan tersebut ada lembaga keuangan formal dan lembaga keuangan informal. Keduanya memiliki perbedaan dalam hal pengaksesan pembiayaan. Dimana pada UKM Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya khususnya lembaga keuangan formal sulit diperoleh karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. Persyaratan yang menjadi hambatan terbesar bagi UKM adalah adanya ketentuan mengenai agunan karena tidak semua UKM memiliki harta yang memadai dan cukup untuk dijadikan agunan. Berbeda dengan lembaga keuangan informal seperti LKM (lembaga keuangan Mikro), karena pada LKM persyaratan yang diajukan tidak terlalu sulit dibanding dengan lembaga keuangan formal.
Hal tersebut sudah terjadi di sekitar kita khususnya Indonesia, untuk solusi dari permasalahan tersebut adalah pemerintah perlu memperluas skema kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk UKM sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikro bank antara Lain: BRI unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).










DAFTAR RUJUKAN

-       http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_keuangan (Diakses Tanggal 25 Oktober  2013 Pukul : 20.35 WIB)
-       http://cynthiaprimadita.blogspot.com/2011/04/makalah-usaha-kecil-menengah.html (Diakses Tanggal 25 Oktober  2013 Pukul : 20.35 WIB)
-       http://muhammadyusufstia.blogspot.com/2012/03/peran-ukm-dalam-perekonomian-indonesia.html (Diakses Tanggal 25 Oktober  2013 Pukul : 20.35 WIB)
-       http://balonquadalima.blogspot.com/2012/03/tugas-softskill-1-peranan-ukm-di.html (Diakses Tanggal 25 Oktober  2013 Pukul : 20.35 WIB)
-       http://www.slideshare.net/bambang.kuswijayanto/peran-lembaga-keuangan-mikro-untuk-pemberdayaan-ukmk (Diakses Tanggal 25 Oktober  2013 Pukul : 20.35 WIB)
-       http://balipost.com/mediadetail.php?module=detailberita&kid=2&id=59636 (Diakses Tanggal 25 Oktober  2013 Pukul : 20.35 WIB)
-           


0 komentar: