PERANAN LEMBAGA KEUANGAN TERHADAP UKM
Penulis: Anik Wahyuningsih
Nim : 110210301061
URL : anikwahyuningsih.blogspot.com
ABSTRAK
Peranan lembaga keuangan menjadi suatu tolak ukur
bagi Usaha Kecil Menengah. Karena lembaga keuangan memiliki peranan yaitu menyediakan
jasa keuangan bagi nasabahnya. Sedangkan Usaha Kecil Menegah juga memiliki
peranan yang sangat penting terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.
Karena Usaha Kecil Menengah di Indonesia khususnya dapat mengurangi
pengangguran dan menambah kesempatan kerja kebutuhan serta inovasi dalam
perekonomian secara keseluruhan. Untuk itu, Usaha Kecil Menengah ini membutuhkan
bantuan dalam hal finansial. Oleh karena itu, peranan lembaga keuangan sangat
diperlukan.
Kata Kunci
:Lembaga Keuangan, UKM, Pembiayaan
PENDAHULUAN
Perusahaan merupakan kombinasi dan berbagai sumber daya
ekonorni (resources) seperti alam, tenaga kerja, modal, dan manajemen (managerial skill) dalam
memproduksi barang dan jasa untuk mencapai tujuan tertentu. Berbagai tujuan perusahaan
antara lain: untuk memperoleh keuntungan maksimal, menjamin kelangsungan hidup
perusahaan, memenuhi kebutuhan masyarakat, menciptakan kesempatan kerja, dan
beberapa ahli manajemen keuangan mengemukakan tujuan perusahaan adalah untuk
memaksimumkan nilai perusahaan atau memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Secara
umum perusahaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: pertama perusahaan keuangan
(financial enterprise) dan kedua perusahaan bukan keuangan (non financial
enterprise). Perusahaan
bukan keuangan merupakan perusahaan manufaktur yang menghasilkan produk berupa
barang rnisalnya: mobil, baja. komputer dan atau perusahaan yang menyediakan
jasa-jasa non keuangan misalnya: transportasi dan pembuatan program komputer.
Sedangkan perusahaan keuangan, umurnnya lebih dikenal dengan istilah lembaga
keuangan (financial institution), yaitu perusahaan yang menyediakan jasa-jasa
yang berkaitan dengan keuangan.
Lembaga keuangan di Indonesia terbagi
atas dua bagian yaitu bagian pertama disebut Lembaga Keuangan Formal sedangkan
bagian kedua disebut Lembaga Keuangan Informal. Lembaga
keuangan dalam dunia keuangan bertindak selaku lembaga yang
menyediakan jasa keuangan bagi nasabahnya, dimana pada umumnya lembaga ini diatur oleh regulasi keuangan dari pemerintah. Bentuk umum dari
lembaga keuangan ini adalah termasuk perbankan, building society ( sejenis koperasi di Inggris) , Credit union, pialang saham, aset manajemen, modal ventura, koperasi, asuransi, dana pensiun,pegadaian dan bisnis
serupa. Fungsi Lembaga keuangan ini menyediakan
jasa sebagai perantara antara pemilik modal dan pasar uang yang bertanggung
jawab dalam penyaluran dana dari investor kepada perusahaan yang membutuhkan dana tersebut.
Kehadiran lembaga keuangan inilah yang memfasilitasi arus peredaran uang dalam perekonomian, dimana uang dari individu
investor dikumpulkan dalam bentuk tabungan, sehingga resiko dari para investor
ini beralih pada lembaga keuangan yang kemudian menyalurkan dana tersebut dalam
bentuk pinjaman utang kepada yang membutuhkan . Ini adalah merupakan tujuan
utama dari lembaga penyimpan dana untuk menghasilkan pendapatan. Nasabah dari
lembaga keuangan tersebut bisa saja dari pihak-pihak perusahaan yang
membutuhkan, dan perusahaan tersebut tidak pilih-pilih. Dari usaha kecil
menengah hingga perusahaan yang besar. Dari latar belakang dan
permasalahan diatas, artikel ini bertujuan untuk mengetahui peranan lembaga
keuangan terhadap Usaha Kecil Menengah. (Hakim, 2013)
PEMBAHASAN
Permasalahan Usaha
Kecil Menengah di Indonesia
UKM
adalah singkatan dari usaha kecil dan menengah. UKM adalah salah satu bagian
penting dari perekonomian suatu Negara maupun daerah, begitu juga dengan Negara
Indonesia UKM ini sangat memiliki peranan penting dalam lajunya perekonomian
masyarakat. UKM ini juga sangat membantu Negara / pemerintah dalam hal
penciptaan lapangan kerja baru dan lewat UKM juga banyak tercipta unit-unit
kerja baru yang menggunakan tenaga-tenaga baru yang dapat mendukung pendapatan
rumah tangga. Usaha Kecil, dan Menengah (UKM) memiliki peran penting dalam
perekonomian Indonesia. Karena dengan UKM ini, pengangguran akibat angkatan
kerja yang tidak terserap dalam dunia kerja menjadi berkurang. Oleh karena itu,
selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan
dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Dalam krisis ekonomi yang
terjadi di negara kita sejak beberapa waktu yang lalu, dimana banyak usaha
berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktifitasnya, sektor
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis
tersebut. Mengingat pengalaman yang telah dihadapi oleh Indonesia selama
krisis, kiranya tidak berlebihan apabila pengembangan sektor swasta difokuskan
pada UKM, terlebih lagi unit usaha ini seringkali terabaikan hanya karena hasil
produksinya dalam skala kecil dan belum mampu bersaing dengan unit usaha
lainnya. Dari peranan UKM yang dapat dikatakan menguntungkan dan sangat
berperan dalam pertumbuhan ekonomi. Namun hambatan yang dihadapinya juga cukup
besar juga diantaranya kesulitan mengakses sumber-sumber pembiayaan dari
lembaga-lembaga keuangan formal. Dimana lembaga keuangan formal ini merupakan
lembaga yang tunduk kepada tidak hanya peraturan perundangan umum tapi juga
pengaturan dan pengawasan perbankan khusus. Mereka (UKM) lebih memilih
mengakses pembiayaan di LKM (Lembaga Keuangan Mikro) dari pada di lembaga
keuangan formal. Karena dirasa lebih mudah mengakses pembiayaan di LKM. Namun
ada keterbatasan dalam akses sumber-sumber pembiayaan
yang dihadapi oleh UKM terutama dari lembaga-lembaga keuangan
formal seperti perbankan, menyebabkan mereka bergantung pada sumber-sumber
informal. Bentuk dari sumber-sumber ini beraneka ragam mulai dari pelepas uang
(rentenir) hingga berkembang dalam bentuk unit-unit simpan pinjam,
koperasi dan bentuk-bentuk yang lain.
Dalam perkembangannya, lembaga-lembaga keuangan informal ini lebih
mengena di kalangan pelaku UKM karena sifatnya yang lebih fleksibel, misalnya
dalam hal persyaratan dan jumlah pinjaman yang tidak seketat persyaratan
perbankan maupun keluwesan pada pencairan kredit. Hal ini merupakan salah satu
indikator bahwa keberadaan lembaga-lembaga keuangan informal sesuai dengan
kebutuhan pelaku UKM, yang umumnya membutuhkan pembiayaan sesuai skala dan
sifat usaha kecil. Keberadaan lembaga-lembaga keuangan informal ini kemudian
disebut sebagai Lembaga Keuangan Mikro (LKM).
Namun sangat disayangkan, bahwa keberadaan LKM belum mendapat
tempat yang jelas dalam perekonomian nasional sebagaimana lembaga keuangan lainnya
seperti perbankan (termasuk didalamnya BRI unit dan BPR), asuransi, perusahaan
pembiayaan. Keberadaan perbankan telah diatur secara jelas dalam Arsitektur
Perbankan Indonesia (API) dengan Bank Indonesia sebagai motor penggeraknya,
bahkan terdapat penjaminan oleh pemerintah berupa Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS) yang semakin mengukuhkan keberadaan perbankan. Kondisi ini akan jauh
berbeda bila dibandingkan dengan keberadaan LKM yang telah jelas
Keadaan UKM di Indonesia menjadi
perhatian pemerintah karena perusahaan kecil tersebut menyebar dimana-mana, dan
dapat memberi kesempatan kerja yang potensial. Para ahli ekonomi sudah lama
menyadari bahwa sektor industri kecil sebagai salah satu karakteristik
keberhasilan dan pertumbuhan ekonomi. Industri kecil menyumbang pembangunan
dengan berbagai jalan, menciptakan kesempatan kerja, untuk perluasan angakatan
kerja agi urbanisasi, dan menyediakan fleksibilitas kebutuhan serta inovasi
dalam perekonomian secara keseluruhan. Sektor ekonomi UKM yang memiliki proporsi
unit usaha terbesar berdasarkan statistik UKM tahun 2004-2005 adalah sektor :
(1) Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; (2) Perdagangan, Hotel dan
Restoran; (3) Industri Pengolahan; (4) Pengangkutan dan Komunikasi; (5) Jasa.
Sedangkan sektor ekonomi yang memiliki proporsi unit usaha terkecil secara
berturut-turut adalah sektor : (1) Pertambangan dan Penggalian; (2) Bangunan;
(3) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; (4) Listrik, Gas dan Air Bersih.
Secara kuantitas, UKM memang unggul, hal ini didasarkan pada fakta bahwa
sebagian besar usaha di Indonesia (lebih dari 99 %) berbentuk usaha skala kecil
dan menengah (UKM). Namun secara jumlah omset dan aset, apabila keseluruhan
omset dan aset UKM di Indonesia digabungkan, belum tentu jumlahnya dapat
menyaingi satu perusahaan berskala nasional. Data-data tersebut menunjukkan
bahwa UKM berada di sebagian besar sektor usaha yang ada di Indonesia. Apabila
mau dicermati lebih jauh, pengembangan sektor swasta khususnya UKM, perlu untuk
dilakukan. Mengingat sektor ini memiliki potensi untuk menjaga kestabilan
perekonomian, peningkatan tenaga kerja, meningkatkan PDB, mengembangkan dunia
usaha, dan penambahan APBN dan APBD melalui perpajakan.
Solusi Permasalahan
UKM di Indonesia
Lembaga
keuangan dalam dunia keuangan bertindak selaku lembaga yang
menyediakan jasa
keuangan bagi
nasabahnya, dimana pada umumnya lembaga ini diatur oleh regulasi keuangan dari pemerintah. Bentuk umum dari lembaga keuangan
ini adalah termasuk perbankan, building society (sejenis
koperasi di Inggris) , Credit Union, pialang saham,
aset manajemen, modal
ventura, koperasi, asuransi, dana pensiun, dan bisnis serupa lainnya.
Pengembangan terhadap sektor
swasta merupakan suatu hal yang tidak diragukan lagi perlu untuk dilakukan. UKM
memiliki peran penting dalam pengembangan usaha di Indonesia. UKM juga
merupakan cikal bakal dari tumbuhnya usaha besar. “Hampir semua usaha besar berawal
dari UKM.Usaha kecil menengah (UKM) harus terus ditingkatkan (up grade) dan
aktif agar dapat maju dan bersaing dengan perusahaan besar. Jika tidak, UKM di
Indonesia yang merupakan jantung perekonomian Indonesia tidak akan bisa maju
dan berkembang. Satu hal yang perlu diingat dalam pengembangan UKM adalah bahwa
langkah ini tidak semata-mata merupakan langkah yang harus diambil oleh
Pemerintah dan hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah. Pihak UKM sendiri
sebagai pihak yang dikembangkan, dapat mengayunkan langkah bersama-sama dengan
Pemerintah. Selain Pemerintah dan UKM, peran dari sektor Perbankan juga sangat
penting terkait dengan segala hal mengenai pendanaan, terutama dari sisi
pemberian pinjaman atau penetapan kebijakan perbankan. Lebih jauh lagi, terkait
dengan ketersediaan dana atau modal, peran dari para investor baik itu dari
dalam maupun luar negeri, tidak dapat pula kita kesampingkan. Pemerintah pada
intinya memiliki kewajiban untuk turut memecahkan tiga hal masalah klasik yang
kerap kali menerpa UKM, yakni akses pasar, modal, dan teknologi yang selama ini
kerap menjadi pembicaraan di seminar atau konferensi.[9] Secara keseluruhan,
terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengembangan
terhadap unit usaha UKM, antara lain kondisi kerja, promosi usaha baru, akses
informasi, akses pembiayaan, akses pasar, peningkatan kualitas produk dan SDM,
ketersediaan layanan pengembangan usaha, pengembangan cluster, jaringan bisnis,
dan kompetisi. Perlu disadari, UKM berada dalam suatu lingkungan yang kompleks
dan dinamis. Jadi, upaya mengembangkan UKM tidak banyak berarti bila tidak
mempertimbangkan pembangunan (khususnya ekonomi) lebih luas.Konsep pembangunan
yang dilaksanakan akan membentuk ‘aturan main’ bagi pelaku usaha (termasuk UKM)
sehingga upaya pengembangan UKM tidak hanya bisa dilaksanakan secara parsial,
melainkan harus terintegrasi dengan pembangunan ekonomi nasional dan
dilaksanakan secara berkesinambungan. Kebijakan ekonomi (terutama pengembangan
dunia usaha) yang ditempuh selama ini belum menjadikan ikatan kuat bagi
terciptanya keterkaitan antara usaha besar dan UKM. Membahas
mengenai sumber pembiayaan, banyak para UKM yang lebih memilih mengakses
pembiayaan di Lembaga Keuangan Mikro dari pada Lembaga Keuangan Formal. Padahal
LKM belum mendapatkan tempat yang jelas dalam perekonomian nasional sebagaimana
lembaga keuangan lainnya seperti perbankkan. Untuk itu, lembaga keuangan formal
khususnya perbankkan memberikan solusi kepada para UKM dalam mengakses
pembiayaan terhadap lembaga keuangan (perbankkan). Dimana Bank merupakan
lembaga keuangan yang high risk, karena dana diperoleh dari masyarakat
dan kemudian disalurkan kepada masyarakat atau pelaku usaha yang membutuhkan.
Karena dana berasal dari masyarakat (dari simpanan masyarakat), Bank harus
melakukan usahanya dengan memenuhi prinsip kehati-hatian, agar dana yang disalurkan
dapat kembali, sehingga dapat membayar bunga simpanan kepada masyarakat
penyimpan (giro, tabungan, deposito dll).
Dalam memberikan pembiayaan kepada sektor UKM, Bank tetap harus melakukan
langkah-langkah “prudential banking” serta melakukan manajemen risiko
sebagaimana yang telah digariskan dalam Standard Operasional dan Prosedur
(SOP). Bank akan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Prinsip
Kehati-hatian. Dalam melakukan prinsip kehati-hatian, Bank harus
memperhatikan:
a. Prinsip
utama dalam mengelola risiko kredit adalah: Pemisahan pejabat kredit,
Penerapan Risk Scoring System, Pemisahan pengelolaan kredit
bermasalah.
b. Prosedur
Perkreditan yang sehat. Bank harus melakukan prosedur yang sehat, dengan
melakukan: Penetapan Pasar Sasaran, Kriteria Risiko yang dapat diterima,
Pengawasan ekspansi kredit.
c. Jenis
usaha yang dilarang atau dihindari untuk dibiayai
2.
Bank harus mempunyai Kebijakan Umum
Perkreditan, yang berisi aturan, antara lain tentang : a. Kebijakan Umum
Perkreditan, b. Prinsip Kehati-hatian, c. Organisasi dan Manajemen Kredit.d.
Kebijakan Persetujuan Kredit. e. Dokumentasi dan Administrasi. f. Penyelesaian
kredit bermasalah, g. Pengawasan. Dalam Kebijakan umum Perkreditan, diatur
bahwa setiap proses dan keputusan kredit harus melalui langkah-langkah yang
baku, sebagai berikut: a. Ada permohonan kredit dari debitur secara tertulis,
b. Dilengkapi dokumen yang dipersyaratkan, c. Disertai proposal kredit, d.
Dibuat rekomendasi dan keputusan kredit oleh pejabat yang berwenang, e.
Pemberitahuan keputusan kredit (offering letter), f. Melaksanakan
perjanjian kredit secara hukum, g. Proses pencairan kredit, h. Melaksanakan
pengawasan dan evaluasi.
3. Pre
screening dan seleksi calon debitur UKM. Permohonan kredit
dapat diproses apabila telah lolos pre screening, yaitu;
a. Memenuhi
Pasar Sasaran dan KRD.
b. Tidak
termasuk jenis usaha yang dilarang.
c. Tidak
termasuk dalam jenis usaha yang perlu dihindari.
d. Tidak
termasuk dalam Daftar Hitam BI.
e. Tidak
termasuk dalam Daftar Kredit Macet BI.
f. Tidak
termasuk dalam Daftar Hitam Intern Bank.
1. Bank
juga melakukan penilaian rating atas kesehatan debitur, melalui Credit
Risk Rating (CRR). Credit Risk Rating ini merupakan alat
penilaian standar: untuk penilaian risiko kredit secara individual, menetapkan
langkah-langkah penanganan yang diperlukan sejak dini, menetapkan standar
ukuran risiko yang dapat diterima Bank, memperkirakan kemungkinan tingkat
kegagalan pengembalian kredit.
2. Apabila
telah melalui proses penilaian rating dan nilainya memenuhi standar
yang ditetapkan, maka akan disusun proposal analisis kredit, sebagai
bahan pertimbangan apakah usaha yang dibiayai layak atau tidak untuk diberikan
kredit. Proposal analisis kredit bukan laporan deskriptif, tetapi merupakan
hasil analisis yang menyimpulkan tingkat risiko calon debitur (layak atau
tidak), sekaligus rekomendasi serta mitigasi risiko (yang akan dituangkan dalam
bentuk loan structure, covenant, insurance dan collateral).
Prinsip penyusunan laporan analisis kredit, harus memenuhi unsur: Obyektif,
komunikatif (siapapun yang membaca mempunyai persepsi yang sama), memuat
informasi pokok yang dibutuhkan pemutus kredit, dan simpel.
3. Bank
tetap harus memantau jalannya usaha debitur, serta menerapkan early
warning system (EWS). Early Warning System adalah
mekanisme/sistim deteksi/pengenalan terhadap gejala/tanda-tanda awal yang
diperkirakan dapat mempengaruhi/ menyebabkan kemungkinan terjadinya kegagalan
debitur dalam memenuhi kewajibannya. Tujuan EWS adalah memberikan
tanda/peringatan dini atas kondisi debitur yang diperkirakan akan berdampak
negatif terhadap kelancaran pemenuhan kewajiban atas kredit yang telah
diberikan. Sasaran EWS adalah: 1.) mengindentifikasi dan mendeteksi
debitur-debitur yang diperkirakan akan berpotensi gagal dalam memenuhi
kewajibannya. 2) mendukung proses monitoring portofolio pinjaman secara
keseluruhan. 3) mengindetifikasi langkah-langkah perbaikan dan penetapan
rencana tindak lanjut yang efektif.
4. Bank
juga harus melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kredit yang telah
diberikan. Prinsip pembinaan dan pengawasan adalah: 1) Setiap tahapan
proses pemberian kredit harus didasarkan atas azas-azas perkreditan yang sehat.
2) Setiap pemberian kredit harus mengandung unsur pengawasan ganda dan
pengawasan melekat secara berkesinambungan. 3) Setiap pemberian kredit harus
dipantau perkembangan usaha debitur ybs, agar kredit mencapai sasaran dan
mencegah kemungkinan penurunan kualitas kredit. 4) Setiap perkembangan kredit
tidak hanya diawasi oleh pejabat kredit saja, tetapi juga oleh unit kerja yang dibentuk
melalui fungsi pengawasan, yaitu audit internal.
5. Selain
melakukan pembinaan dan pengawasan, Bank juga harus merapihkan dokumentasi
kredit, agar sewaktu-waktu dapat dimonitor. Dokumentasi kredit ini menjadi
bagian tak terpisahkan dari paket kredit, merupakan salah satu aspek penting
yang dapat menjamin pengembalian kredit, serta dokumentasi kredit wajib
dilaksanakan dengan baik, tertib dan lengkap.
Pada akhirnya, dengan kebijakan
dan sistem yang baik, akan diperoleh tingkat kesehatan Bank. Di satu sisi,
setiap pejabat/staf dari Bank yang berperan menganalisis suatu usaha debitur
telah mempunyai perangkat yang dapat digunakan, sehingga manajemen risiko,
serta early warning system dapat dijalankan dengan baik. Dan yang
paling utama, jika semua prosedur standar telah dipenuhi, maka budaya kredit (credit
culture) yang sehat akan berperan aktif dalam membuat Bank dapat berperan
serta dalam menumbuhkan perekonomian untuk debitur UKM. Jadi dalam proses
mengakses pembiayaan di lembaga keuangan khususnya perbankkan harus melakukan
langkah-langkah seperti diatas, karena biasanya UKM meminjam / mengakses
pembiayaan di lembaga keuangan dengan nominal yang tinggi tanpa melihat
kemampuannya. Jadi langkah-langkah diatas dapat dikatakan sebagai solusi UKM
dalam mengakses pembiayaan di lembaga keuangan. Karena lembaga keuangan lebih
terpercaya dari pada LKM. Namun, juga tidak bisa dihindari
bahwa banyak UKM yang tetap lebih memilih mengakses pembiayaan di LKM. LKM ini
masuk dalam kredit mikro, dimana kredit mikro ini adalah program pemberian
kredit berjumlah kecil ke warga paling miskin untuk membiayai proyek yang dia
kerjakan sendiri agar menghasilkan pendapatan, yang memungkinkan mereka peduli
terhadap diri sendiri dan keluarganya (Microcredit Summit (1997)). Lembaga keuangan yang terlibat dalam
penyaluran kredit mikro umumnya disebut Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Menurut Asian
Development Bank (ADB), lembaga keuangan mikro (microfinance) adalah
lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan (deposits), kredit (loans),
pembayaran berbagai transaksi jasa (payment services) serta money
transfers yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil (insurance
to poor and low-income households and their microenterprises). Sedangkan
bentuk LKM dapat berupa: (1) lembaga formal misalnya bank desa dan koperasi,
(2) lembaga semiformal misalnya organisasi non pemerintah, dan (3)
sumber-sumber informal misalnya pelepas uang.
PENUTUP
Peranan
lembaga keuangan bagi UKM adalah untuk membantu mengenai masalah pembiayaan. Dalam
lembaga keuangan tersebut ada lembaga keuangan formal dan lembaga keuangan
informal. Keduanya memiliki perbedaan dalam hal pengaksesan pembiayaan. Dimana
pada UKM Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan
suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh karena pada umumnya usaha
kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya
tertutup, yang mengandalkan modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat
terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya
khususnya lembaga keuangan formal sulit diperoleh karena persyaratan secara
administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi.
Persyaratan yang menjadi hambatan terbesar bagi UKM adalah adanya ketentuan
mengenai agunan karena tidak semua UKM memiliki harta yang memadai dan cukup
untuk dijadikan agunan. Berbeda dengan lembaga keuangan informal seperti LKM
(lembaga keuangan Mikro), karena pada LKM persyaratan yang diajukan tidak
terlalu sulit dibanding dengan lembaga keuangan formal.
Hal tersebut sudah terjadi di sekitar kita khususnya Indonesia,
untuk solusi dari permasalahan tersebut adalah pemerintah perlu memperluas skema kredit khusus dengan
syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya,
baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal,
skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk UKM
sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada maupun non bank.
Lembaga Keuangan Mikro bank antara Lain: BRI unit Desa dan Bank Perkreditan
Rakyat (BPR).
DAFTAR RUJUKAN
-
http://cynthiaprimadita.blogspot.com/2011/04/makalah-usaha-kecil-menengah.html (Diakses Tanggal 25 Oktober 2013 Pukul : 20.35 WIB)
-
http://muhammadyusufstia.blogspot.com/2012/03/peran-ukm-dalam-perekonomian-indonesia.html (Diakses Tanggal 25 Oktober 2013 Pukul : 20.35 WIB)
-
http://balonquadalima.blogspot.com/2012/03/tugas-softskill-1-peranan-ukm-di.html (Diakses Tanggal 25 Oktober 2013 Pukul : 20.35 WIB)
-
http://www.slideshare.net/bambang.kuswijayanto/peran-lembaga-keuangan-mikro-untuk-pemberdayaan-ukmk (Diakses Tanggal 25 Oktober 2013 Pukul : 20.35 WIB)
-
http://balipost.com/mediadetail.php?module=detailberita&kid=2&id=59636 (Diakses Tanggal 25 Oktober 2013 Pukul : 20.35 WIB)
- http://edratna.wordpress.com/2010/04/30/peran-bank-dalam-pembiayaan-ukm-dengan-memperkuat-manajemen-risiko/ (Diakses Tanggal 25
Oktober 2013 Pukul : 20.35 WIB)
-
0 komentar:
Posting Komentar